Chocolateva's fruit

try to be usefull person,simplify,share,and smiled ^^

Kisah klasik rindu gadis kecil


Seorang gadis kecil berjalan menyusuri rumah demi rumah di suatu kota kecil. Tak biasanya, sejauh mata memandang nampak lenggang tanpa seorang teman. Memang terik matahari cukup menjadi alasan untuk mengistimewakan waktu tidur siang.

Senyumnya terangkat ketika melihat capung kecil singgah dari daun ke daun. Si capung tak menyangka telah membawa langkah gadis kecil itu menuju suatu kebun, angin semilir menerbangkan daun nangka yang kering, deretan daun pohon pisang melambai beraturan. Bak gadis dewasa, ia rentangkan kedua tangan, menikmati udara dengan menghirup nafas yang dalam.

Sebongkah kayu yang menjadi semacam kursi yang lucu. Ia duduk, tersenyum membayangkan indahnya hari minggu. Ayah biasanya duduk di kursi ini, Ia asyik bersama adeknya bermain ksatria dari antah berantah, pelepah daun pisang menjadi pedang, daun nangka menjadi mahkota. Lengkap sudah ketika ibu memanggil untuk menikmati santap siang.

Sudahlah, pikirnya. Belum saatnya hari minggu atau sabtu. Ia kembali menggerakkan kakinya, menuju rumah yang bisa memanjakannya di kala sepi menggelayut. Ia melewati pohon kresen -buahnya kecil bulat, manis- biasanya pohon ini menjadi kapal ketika dia sedang bermain sebagai nahkoda bersama temannya. Kapal yang bisa membuatnya memandang atap-atap rumah di sekeliling pohon itu, walau sesekali ada pesan dari mercusuar seberang, agar segera turun dari kapal. Ia sungguh menikmati. Ternyata, jalur dermaganya tutup, jalan pintas menuju rumah nan hangat telah ditutup pagar kayu.

Putar arahlah si gadis kecil. Ia melewati pohon jambu, menengadah ke atas, sepi, hanya ada bekas rumah kayu kecil di atas tanpa penghuni. Kurang asyik pikirnya, jika ia harus memanjat sendiri. Ia kembali mengayunkan langkah. Kali ini pohon duet – buahnya bulat ungu kehitaman, rasanya asam – Ia hanya tersenyum kali ini, Ia tak tahu, padahal pohon yang ada rumah-rumahan kayu itu, yang akan menjadi kisahnya, malu dengan ulat bulu. Bahkan Ia tak akan pernah tahu kalau kelak, ia tak mampu memandang ulat bulu dalam waktu 3 menit atau 1 menit sekalipun.

Siang yang tak seperti biasanya, begitu sepi. Ia melewati rumah si kakak tangguh yang mengajarinya memakan mie menggunakan sumpit, bermain skateboard, karate, bermain video game, bahkan kelak si kakak mengajarinya bermain gitar. Namun si kakak sedang asyik dengan sekolahnya.

Gadis kecil pun singgah di rumah sederhana, dimana adek kecilnya sedang tertidur pulas. Nenek ramah mengajaknya untuk tidur siang, nenek yang mengasuh adek kecil yang kelak akan mengalahkan kenakalannya. Ia hanya tersenyum dan berlalu. Aku nanti bermain dengan siapa, pikirnya, tidak asyik, nenek ramah itu sedang melipat-lipat pakaian.

Ia kembali beranjak. Beberapa rumah tak jauh dari nenek pertama, Ia disapa oleh nenek yang sangat ia rindukan ketika ia besar. Nenek sedang membuat penganan manis. Dengan celoteh lugunya, ia sering meminta sang nenek untuk membuat penganan tradisional yang manis. Ia membantu sang nenek, sembari mencicipi penganan manis itu. Siang pun menjadi sangat asyik, sangat manis.

Rumah sederhana itu tinggallah nenek dan kakek. Tempat ia singgah ketika akan belajar membaca Al Quran. Ketika itu, ia sering mengaji bersama teman-temannya selepas adzan ashar. Rumah sang guru ngaji tak jauh dari rumah nenek baik hati. Ia sering menghabiskan waktunya hingga selepas magrib untuk menunggu dijemput sang ayah. Biasanya, ia suka minum kopi milik sang kakek dalam satu cawan kecil. Kopi yang telah dituang dicawan akan membuatnya tidak terlalu panas untuk dinikmati.

Ketika sang ayah datang, gadis kecil itu segera memeluk dengan riang. Ia genggam tangan ayahnya, ia berjalan sambil mengayunkan genggamannya bersama sang ayah. Semua itu berlangsung ketika si gadis kecil berumur 5 – 7 tahun. Dan setelah itu, serangkaian kisah lain menunggu untuk dijalaninya, kisah lain yang akan selalu ia kenang dan berarti baginya karena membuatnya belajar banyak hal.

Kini gadis kecil itu rindu akan sang nenek baik hati yang sering membuatkan penganan manis untuknya. Sang nenek yang selalu setia menjaganya dikala sepi, menceritakan kisah lucu, mengajarinya mengajaknya menyapu halaman rumah bersama, memetik jambu di pekarangan, mengumpulkan kayu kering atau mengajaknya ke pasar.

Ia rindu sang kakek yang dulu bersedia minum secangkir kopi bersama. Ia ingat jika sang kakek tidak suka melihat anak kecil menangis, ia ingat ketika ia tiba-tiba menghentikan tangisnya yang deras ketika melihat tatapan tajam sang kakek. Namun tawa sang kakek yang paling tidak ia lupakan, gigi ompongnya menambah cantik ketika beliau tertawa.

Kakek telah mendahului nenek baik hati. Nenek baik hati pun menyusul sang kakek. Ketika itu, usianya bukan lagi sebagai gadis kecil yang masih suka  memanjat pohon. Ibu, ia sangat berterima kasih telah mempunyai ibu sehingga ia mempunyai kakek nenek yang baik hati.

Tak mengapa, gadis kecil itu kini masih mempunyai kakek nenek dari sang ayah, di tempat yang harus ditempuh 3 – 4 jam perjalanan. Sepanjang jalan ia akan menemui sawah yang menghijau, sapi dan penggembalanya.

Kini, gadis kecil itu mengkhawatirkan ibu dan ayahnya. Ia sangat ingin bersama ibu dan ayahnya yang selalu ia sayangi. Setiap waktu ketika bisa berkumpul bersama, menjadi kenangan dan hal yang paling indah baginya.

Gadis kecil merindukan ibu dan ayahnya. Ia tak bisa memungkiri, setiap orang akan berfase dari bayi, menjadi anak kecil, seorang dewasa, menjadi orang tua, kemudian menjadi kakek dan nenek. Usia yang menjadi rahasia dan anugerah Sang Pencipta.

Gadis kecil itu ingin sekali bisa bersama ibu dan ayahnya 🙂

Leave a comment

Information

This entry was posted on July 12, 2012 by in story and tagged , , , , .
July 2012
T W T F S S M
 12
3456789
10111213141516
17181920212223
24252627282930
31  

Blog Stats

  • 79,141 hits